Rabu, 04 Januari 2012

Kitab Fiqhiyyah Empat Mazhab

oleh: Muhammad Nurhana Amir ----miracle of "iseng"----


Mazhab Hanafi

  1. Ushul Al-Karkhi, Abdullah bin Hasan bin Dallal (340)
  2. Ta'sis Al-Nazar, Abu Zaid Al Dabussi (430)
  3. Al-Asybah wa Al-Nazair, Ibnu Nujaim (970)
  4. Umdatun Naazr alal Asybah wa Al Nazair, Abu Suud Al Husaini (1172)
  5. Khatimah Majami Al Haqaiq, Said Al Khadimi (1176)
  6. Qawaid Majallatul Ahkam Al Adliyyah, tim ulama pada masa Dinasti Utsmaniyyah
  7. Al Faroid Al Bahiyyah fi al Qawaid wa al Fawaid al fiqhiyyah, Ibnu Hamzah Al Husainiy (1305)
  8. Qawaid Al Fiqhiyyah, majdadiy
Mazhab Maliki
  1. Ushulul Futyya al Fiqhi ala Mazhab al Imam Malik, Al Khasyani (361)
  2. Al Furuq, Al Qarafiy (684)
  3. Al Qawaid, Al Maqariy Al Maliki (758)
  4. Idlah Al-Masyalik ila Qawaidn al Imam Malik , al Winsyarisiy (914)
  5. Al Is'af bi al Thalab Mukhtashar syarkh al Manhaj al Muntakhab ala Qawaid al Mazhab, Al Tawaniy (912)
Mazhab Syafi'i
  1. Qawaid al Ahkam fi Mashalih al Anam, Izzudin bin Abdissalam (660)
  2. Al Asybah wa al Nadzir, ibnu wakil al Syafi'i (716)
  3. Al Majmu al Mudzab fi Qawaid al Mazhab, Al Alaiy (761)
  4. Mukhtashar Qawaid al Alaiy, Al Sharkhadiy (792)
  5. Al Asybah wa Al Nazhair, Tajuddin Ibnu al Subki (771)
  6. Al Mantsur fi Tartib al Qawaid al Fiqhiyyah, Al Zarkasyi (794)
  7. Syarah Qawaid Al Zarkasyi, Sirajuddin Abbas (941/947)
  8. Al Asyabah wa al Nazhaair, Ibnu Mulaqqin (804)
  9. Al Qawaid, Abu Bakar Al Hishniy Al Syafi'i (829)
  10. Al Asybah wa al Nazaair, Al Suyuthi (911)
  11. Al Istiqhna fi al Farqi wa al Istisna, Bahruddin Al Bakriy
Mazhab Hambali
  1. Al Qawaid al Nuraniyah al Fiqhiyyah, Ibnu Taimiyyah (728)
  2. Al Qawaid al Fiqhiyyah, Ibnu Qadiy al Jabal (771)
  3. Taqrir al Qawaid wa Tahrir al Fawaid, Ibnu Rajab Al Hambali (795)
  4. Al Qawaid Al Kulliyyah wa al Dlawabid al Fiqhiyyah, Ibnu Abdul Hadiy (909)
  5. Qawaid Majallah al Ahkam al Syar'iyyah ala Mazhab al Imam Ahmad bin Hambal, Ahmad bin Abdullah Al Qariy Al Hanafiy (1359)
 :) :)

Kamis, 08 Desember 2011

Sumber-Sumber Pendapatan Negara dalam Islam

oleh: Muhammad Nurhana Amir

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

Dalam suatu negara tentu saja membutuhkan suatu penerimaan pendapatan ke dalam kasnya. Hal ini untuk kesejahteraan negara itu sendiri. Selama ini yang kita kenal sumber penerimaan negara diantaranya adalah pajak. Di Negara-negara kaum kapitalis pendapatan dibebankan pada rakyatnya, yang terkadang sering mencekik warganya. Bahkan Negara jika tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka mereka melakukan pinjaman dari luar negeri.

Dalam dunia Islam, Negara memiliki sumber-sumber pendapatannya tidak dibebankan pada masyarakat sepenuhnya. Negara mengandalkan sumber daya alam dan potensi lainnya untuk mendapatkan pemasukan. Disinilah kita akan membahas dari mana saja sumber-sumber pendapatan Negara itu.

Pokok Bahasan

-          Pembagian sumber-sumber pendapatan negara dalam Islam secara garis besar

-          Macam-macam sumber pendapatan Negara Islam

-          definisi masing-masing sumber pendapatan tersebut.

 

 

PEMBAHASAN

 

Dalam suatu Negara Islam, terdapat sejumlah alternative sumber penerimaan Negara yang dapat di ambil. Salah satu sumber penerimaan Negara yang utama adalah zakat. Namun, dalam pengalokasiannya dana zAkat hanya terbatas digunakan untuk delapan asnaf seperti yang ditentukan oleh firman Allah dalam surah At-Taubat:60. Sedangkan untuk pembiayaan pengeluaran Negara lainnya dapat dipenuhi dari sumber-sumber penerimaan negara dari non-zakat. Sumber-sumber penerimaan dari non-zakat tersebut diantaranya adalah kharaj, jizyah, fay, khums dan lain-lain.

Secara garis besar pendapat Negara dalam  Islam ialah:[1]

1.      Ghanimah, khums, Kharaj, Fai, Jizyah, usyr dan tebusan tawanan perang

Jenis pendapatan ini muncul dalam konteks Daulah Khilafah Islamiyah sebagai dampak dari politik luar negeri (jihad) yang dilakukan oleh kaum Muslim. Ketika Daulah Khilafah Islamiyah tegak, tidak sedikit jumlah pemasukan negara yang berasal dari pos ini.

a.       Ghanimah dan khums[2]

Ghanimah merupakan jenis barang bergerak, yang bisa dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh. Anggota pasukan akan mendapatkan bagian sebesar empat perlima. Al-Qur'an telah mengatur hal ini secara jelas, "Katakanlah sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang (ghanimah), maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kamu turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di Hari (Furqan), yaitu hari bertemunya dua pasukan".(Q.S. Al-Anfal, ayat 41).

Ghanimah merupakan sumber yang berarti bagi negara Islam waktu itu, karena masa itu sering terjadi perang suci. Perintah persoalan ghanimah turun setelah Perang Badar, pada tahun kedua setelah Hijrah ke Madinah.

Ghanimah merupakan pendapatan negara yang didapat dari kemenangan perang. Penggunaan uang yang berasal dari ghanimah ini, ada ketentuannya dalam Al-Qur'an. Distribusi ghanimah empat perlimanya diberikan kepada para prajurit yang bertempur (mujahidin), sementara seperlimanya adalah khums. jadi, Khums adalah satu seperlima bagian dari pendapatan (ghanimah) akibat dari ekspedisi militer yang dibenarkan oleh syariah, dan kemudian pos penerimaan ini dapat digunakan negara untuk program pembangunannya.

b.      Kharaj[3]

Kharaj atau biasa disebut dengan pajak bumi/tanah adalah jenis pajak yang dikenakan pada tanah yang terutama ditaklukan oleh kekuatan senjata, terlepas dari apakah si pemilik itu seorang yang dibawah umur, seorang dewasa, seorang bebas, budak, muslim ataupun tidak beriman.

Kharaj merujuk pada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat. Jika tanah yang diolah dan kebun buah-buahan yang dimiliki non-Muslim jatuh ke tangan orang Islam akibat kalah perang, aset tersebut menjadi bagian kekayaan publik umat. Karena itu, siapapun yang ingin mengolah lahan tersebut harus membayar sewa. Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam lingkup kharaj. Jika orang non muslim yang mempunyai perjanjian damai dan tanah tetap sebagai miliknya maka membayar kharaj sebagai pajak bukan sewa. Jika tanah tersebut jatuh menjadi milik orang muslim, maka kharajnya sebagai ongkos sewa atas tanah tersebut.

c.       Fay

Menurut ajaran Islam, bagi orang-orang yang tidak beriman dan mereka takluk tanpa melalui peperangan maka pasukan akan mendapatkan harta rampasan yang disebut dengan fa'i.

Fai' merupakan penerimaan dari negara Islam dan sumber pembiayaan negara, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya (Q.S. Al-Hasyr ayat 6-7) yang artinya : Dan apa saja harta rampasan (fai') yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya (dari harta benda mereka), maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengarahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Apa saja harta rampasan (fai') yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang ada dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu...

Dari dua ayat tersebut jelas, bahwa penggunaan fai' diatur oleh Rasulullah SAW, sebagai harta negara dan dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat umum, seperti fungsi kelima dari penggunaan ghanimah. Alokasi dari pembagiannya berbeda-beda dari satu kepala pemerintah kepada yang lainnya, tergantung pada kebijaksanaan masing-masing kepala Negara dan lembaga musyawarah yang dipimpinnya.

d.      Jizyah[4]

Jizyah adalah penerimaan negara yang dibayarkan oleh warga non-Muslim khususnya Ahli Kitab untuk jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, dan bebas dari kewajiban militer. Pada masa Rasulullah SAW besarnya jizyah adalah satu dinar per tahun untuk orang dewasa kaum laki-laki yang mampu membayarnya.

Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang lanjut usia, orang gila, dan orang yang menderita sakit dibebaskan dari kewajiban ini. Pembayarannya tidak harus berupa uang tunai, tetapi dapat juga berupa barang atau jasa.

Kelompok non-Muslim yang pertama kali yang setuju membayar jizyah kepada Rasulullah SAW adalah kaum Kristen Najran. Jumlah jizyah sama dengan jumlah minimum zakat yang dibayarkan oleh muslim.

e.       Usyr

‘Usyr yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingakt bea orang-orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama di Makkah sebagai pusat perdagangan regional terbesar.

f.       Tebusan tawanan perang[5]

Misalnya pada perang Badar, kaum musyrik yang tertawan besar tebusan rata-rata 400 dirham untuk setiap tawanan. Tawanan yang miskin dan tidak bisa membayar jumlah tersebut diminta untuk mengajar membaca sepuluh orang anak muslim.

2.      Pendapatan dari Zakat, Infaq, Wakaf, Sedekah, dan sebagainya.[6]

Kelompok ini adalah mekanisme distribusi harta atau kekayaan yang sifatnya non-ekonomi.

a.       Zakat dan infaq[7]

Infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infaq ada yang wajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib di antaranya zakat, kafarat, nadzar, dan lain-lain. Infak sunnah di antara nya, infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam, infak kemanusiaan, dan lain-lain.

Zakat adalah pembayaran bercorak khusus yang dipungut dari harta bersih seseorang, yang harus dikumpulkan oleh negara dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan khusus, terutama berbagai corak jaminan sosial.

Pengeluaran pemerintah yang bersifat rutin tidak dipenuhi dengan zakat ini. Zakat dikenakan terhadap semua jenis harta termasuk juga tabungan-tabungan yang senantiasa bertambah selama setahun, yang (jika dihitung) sejak awal tahun melebihi batas minimum yang wajib dizakati (nishab).

Rasulullah Saw menetapkan jenis-jenis harta yang dikenakan zakat, tarif zakat, pengelolaan dan pendistribusiannya. Jenis-jenis harta yang dikenakan zakat terkait dengan sumber-sumber mata pencarian masyarakat waktu itu seperti dari sektor peternakan (unta, kambing), pertanian (gandum, buah, dan biji-bijian), harta perniagaan, barang tambang, mata uang (emas dan perak), dan harta temuan (rikaz). Dan masing-masing jenis harta tersebut dikeluarkan tarif yang berbeda.

Zakat merupakan sumber penerimaan negara terbesar pada awal sejarah Islam, dibandingkan dengan sumber penerimaan negara yang lain misalnya ghanima, jizya, kharaj- zakat menempati urutan pertama. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian berkembang pedapat yang mengatakan bahwa dalam masa modern ini zakat dapat dijadikan tulang punggung Ekonomi Islam. Zakat dapat membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan ketimpangan serta sekaligus berfungsi sebagai alat stabilitas ekonomi.

b.      Wakaf[8]

Wakaf merupakan salah satu bentuk ibadah, yang nilainya lebih dominan pada ibadah social.

c.       Sedekah

shodaqoh dapat kita maknai dengan segala bentuk/macam kebaikan yang dilakukan oleh seseorang karena membenarkan adanya pahala/balasan dari Allah SWT. Shodaqoh dapat berbentuk harta seperti zakat atau infaq, tetapi dapat pula sesuatu hal yang tidak berbentuk harta. Misalnya seperti senyum, membantu kesulitan orang lain, menyingkirkan rintangan di jalan, dan berbagai macam kebaikan lainnya.

 

3.      Dari Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum.[9]

Benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:

1.      Fasilitas umum. Fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum; jika tidak ada dalam suatu negeri atau suatu komunitas akan menyebabkan kesulitan dan dapat menimbulkan persengketa-an. Contoh: air, padang rumput, api (energi), dan lain-lain.

2.      Barang tambang dalam jumlah sangat besar. Barang tambang dalam jumlah sangat besar termasuk milik umum dan haram dimiliki secara pribadi. Contoh: minyak bumi, emas, perak, besi, tembaga, dan lain-lain.

3.      Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu. Ini meliputi jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat, dan sebagainya.

4.      Dari Harta Milik Negara dan BUMN[10]

Jenis pendapatan kedua adalah pemanfaatan harta milik negara dan BUMN. Harta milik negara adalah harta yang bukan milik individu tetapi juga bukan milik umum. Contoh: gedung-gedung pemerintah, kendaraan-kendaraan pemerintah, serta aktiva tetap lainnya. Adapun BUMN bisa merupakan harta milik umum kalau produk/bahan bakunya merupakan milik umum seperti hasil tambang, hasil hutan, emas, dan lain-lain; bisa juga badan usaha yang produknya bukan merupakan milik umum seperti Telkom dan Indosat

5.      Dari Pendapatan Insidentil (Temporal)

Yang masuk dalam kelompok ini adalah pajak, harta ilegal para penguasa dan pejabat, serta harta denda atas pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara terhadap aturan negara.

Berdasarkan uraian di atas, Negara Islam memiliki mekanisme tersendiri dalam membiayai kegiatannya, termasuk kegiatan pembangunan. Cara-cara tersebut sangat berbeda dengan cara-cara negara kapitalis. Dalam negara kapitalis, sumber utama pemasukan negara dibebankan kepada rakyat dengan jalan menarik pajak. Jika ini tidak memadai, negara dapat mencari dana dari luar melalui utang luar negeri. Sebaliknya, Negara Islam justru terlebih dulu mengandalkan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak membebani masyarakat. Pajak ditarik bersifat temporer dan semata-mata untuk menutupi kekurangan saja. Mengutang ke luar negeri tampaknya tidak akan dilakukan oleh Negara Islam karena banyaknya bahaya yang akan didapat dari utang luar negeri.

 KESIMPULAN

 

Secara garis besar sumber-sumber pendapat negara dalam  Islam ialah:

1.      Ghanimah, khums, Kharaj, Fai, Jizyah, usyr dan tebusan tawanan perang

2.      Pendapatan dari Zakat, Infaq, Wakaf, Sedekah, dan sebagainya.

3.      Dari Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum.

4.      Dari Harta Milik Negara dan BUMN

5.      Dari Pendapatan Insidentil (Temporal)

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

·         Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: Gramata Publishing, 2009.

·         Suma, Amin, 5 Pilar Islam “Membentuk Pribadi Tangguh”, Ciputat: Kholam Publishing, 2007.

·         Azizy, Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2004.

·         http://www.alimmahdi.com/

·         http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/



[1] http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/

[2]Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: Gramata Publishing, hal. 119

[3] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: Gramata Publishing, hal. 123

[4] http://www.alimmahdi.com/

[5] http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/

 

[6] http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/

 

[7] M Amin Suma, 5 Pilar Islam “Membentuk Pribadi Tangguh”, Ciputat: Kholam Publishing, hal. 105

[8] Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2004. Hal. 122.

 

[9] http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/

[10] http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/

Kamis, 17 November 2011

Hari Ini

jum'at... brknjung ke kampus mncari sesuatu yg di rindu... emm.. w  libur tp sklian ol aj lah...